Beton, beton, beton. Kata yang sering kita
dengar dalam dunia Teknik Sipil. Sebagai salah satu struktur utama bangunan
yang bersinergi dengan baja/besi, beton memegang peranan penting untuk menjaga
level suatu bangunan agar tetap aman dan kokoh (ridgid) bagi penghuninya. Beton terdiri dari dua komponen utama
yaitu material campuran dan besi/baja tulangan. Pada posting ini, kita akan
membahas material campuran pada beton. Pada dasarnya, material campuran terdiri
dari pasir + kerikil (agregat), semen (bahan, dan air. Dalam kondisi tertentu,
ada tambahan bahan-bahan kimia yang dimaksudkan untuk menambah atau mereduksi
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemudahan pengerjaan (admixture). Bahan-bahan tambah ini
dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu accelerator,
water proofing, retarder, dan sebagainya(Teknologi Bahan 1, 1987).
Namun pada daerah tropis seperti Indonesia, admixture jarang digunakan karena kondisi-kondisi alamnya relatif stabil (hanya ada 2 musim) kecuali untuk kondisi-kondisi yang memang dibuat “memerlukan” admixture. Kembali ke bahasan utama, material campuran ini memegang peranan penting dalam suatu beton karena jumlahnya sekitar 70% - 80%. Hal ini coba saya uji pada tugas akhir saya yang bertema perencanaan biaya dan memang betul bahwa material campuran volumenya jauh lebih besar daripada besi/baja tulangan yang hanya memiliki sekitar 10% volume beton itu sendiri. Namun dosen pembimbing saya tidak menganjurkan saya memasukkan hasil uji volume tersebut karena beliau berpendapat dalam perencanaan biaya, volume beton yang dihitung memang hanya berdasarkan material campuran saja mengingat kecilnya prosentase volume tulangan jika dibandingkan dengan material campuran dalam satuan yang sama (dalam hal ini, saya menggunakan m³). Karena volume yang besar, otomatis material campuran ini sangat menentukan kekuatan (strength), kemudahan pengerjaan (workability), dan keawetan struktur beton disamping nilai ekonomi yanglumrah menjadi faktor utama dalam perencanaan Teknik Sipil. Perencanaannya harus dilakukan secermat mungkin agar beton yang kuat, efisien, dan ekonomis dapat terpenuhi. Salah satu dasar perencanaan yang sering dipakai adalah standar yang ditetapkan oleh American Concrete Institut (ACI). Standar ini menganut kenyataan bahwa pada ukuran maksimum agregat tertentu, jumlah air per meter kubik adukan menentukan tingkat konsistensi / kekentalan (slump) adukan beton. Berikut adalah garis besar teori perencanaan material campuran beton berdasarkan American Concrete Institut (ACI) yang saya dapatkan ketika mendapatkan kuliah beton di tempat saya menempuh studi D-3 Teknik Sipil. Teori sederhana ini juga saya pakai ketika mengikuti Lomba Kuat Tekan Beton (LKTB) UK. Petra Surabaya tahun 2011 dan mendapatkan hasil yang cukup membanggakan karena kelompok kami mendapatkan posisi ke-11 dari sekitar 60 peserta mengingat kompetitor-kompetitor kami merupakan para mahsiswa S1 yang lebih mahir dalam teori,hehehe. Saya sendiri ingat kala itu, beton pertama yang kami buat sempurna dalam berbagai aspek penilaian sedangkan beton kedua gagal dalam aspek kuat tekan yang under standart.
Namun pada daerah tropis seperti Indonesia, admixture jarang digunakan karena kondisi-kondisi alamnya relatif stabil (hanya ada 2 musim) kecuali untuk kondisi-kondisi yang memang dibuat “memerlukan” admixture. Kembali ke bahasan utama, material campuran ini memegang peranan penting dalam suatu beton karena jumlahnya sekitar 70% - 80%. Hal ini coba saya uji pada tugas akhir saya yang bertema perencanaan biaya dan memang betul bahwa material campuran volumenya jauh lebih besar daripada besi/baja tulangan yang hanya memiliki sekitar 10% volume beton itu sendiri. Namun dosen pembimbing saya tidak menganjurkan saya memasukkan hasil uji volume tersebut karena beliau berpendapat dalam perencanaan biaya, volume beton yang dihitung memang hanya berdasarkan material campuran saja mengingat kecilnya prosentase volume tulangan jika dibandingkan dengan material campuran dalam satuan yang sama (dalam hal ini, saya menggunakan m³). Karena volume yang besar, otomatis material campuran ini sangat menentukan kekuatan (strength), kemudahan pengerjaan (workability), dan keawetan struktur beton disamping nilai ekonomi yanglumrah menjadi faktor utama dalam perencanaan Teknik Sipil. Perencanaannya harus dilakukan secermat mungkin agar beton yang kuat, efisien, dan ekonomis dapat terpenuhi. Salah satu dasar perencanaan yang sering dipakai adalah standar yang ditetapkan oleh American Concrete Institut (ACI). Standar ini menganut kenyataan bahwa pada ukuran maksimum agregat tertentu, jumlah air per meter kubik adukan menentukan tingkat konsistensi / kekentalan (slump) adukan beton. Berikut adalah garis besar teori perencanaan material campuran beton berdasarkan American Concrete Institut (ACI) yang saya dapatkan ketika mendapatkan kuliah beton di tempat saya menempuh studi D-3 Teknik Sipil. Teori sederhana ini juga saya pakai ketika mengikuti Lomba Kuat Tekan Beton (LKTB) UK. Petra Surabaya tahun 2011 dan mendapatkan hasil yang cukup membanggakan karena kelompok kami mendapatkan posisi ke-11 dari sekitar 60 peserta mengingat kompetitor-kompetitor kami merupakan para mahsiswa S1 yang lebih mahir dalam teori,hehehe. Saya sendiri ingat kala itu, beton pertama yang kami buat sempurna dalam berbagai aspek penilaian sedangkan beton kedua gagal dalam aspek kuat tekan yang under standart.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar