Kamis, 30 Mei 2013

Burger Buto Kedai 27 - Sang “Raksasa Jahat” Penggugah Selera

Sepulang dari Eco Green Park, saya dan rombongan segera mengisi perut. Rencananya sih makan burger tapi bukan burger biasa, Burger Buto  .Buto dalam bahasa jawa artinya raksasa yang jahat dan menggangu manusia namun tenang saja burger ini tidak sejahat namanya kecuali membuat kekenyangan dan gemuk,hehehe. Ya, Burger Buto memang burger dengan ukuran raksasa dan dijamin membuat mata terbelalak karena ukuran dan rasanya yang nikmat. Burger yang menjadi menu Kedai 27 yang berlokasi di jalan Sarangan, Malang ini memiliki 4 varian jenis burger yaitu Burger Buto Original, Burger Buto Long, Burger Buto Keceng, dan Burger Buto Ijo. Keempat burger tadi dibedakan berdasarkan ukuran dan isiannya. Burger Buto Original berbentuk bundar layaknya burger biasa namun dengan diameter 32 cm!!!.

Burger Buto Keceng

Burger Buto Original

Burger Buto Long - tinggal separo,hahaha...

Tenang itu baru yang original. Saudaranya, Burger Buto Long, bentuknya memanjang dengan panjang sekitar 40 cm. Dijamin kenyang jika sanggup melahapnya,hehehe. Nah, si adik bungsu, Burger ButoKeceng (keceng = kurus kering, jadi burgernya pun memang kurus kering,hehehe.), panjangnya mencapai 60 cm atau setengah meter lebih!!!. Terakhir, si bapak dari Burger Buto, Burger Buto Ijo, dengan diameter sekitar 40 cm dengan warna roti hijau muda yang mencolok+isian yang lebih banyak dan beragam pula. Tidak ada satu pun orang yang berani menghadapi (baca : menyantap) si “bapak” sendirian (termasuk saya) karena kemampuannya membuat perut kenyang seketika,hehehe. Sesuai dengan namanya, buto ijo memang artinya raksasa paling besar dan paling jahat dalam dunia “buto”. Bener-bener keluarga devil-burger, hehehe. Isian dari keluarga burger ini bermacam-macam dan bisa dipadupadankan. Isian standarnya adalah daging dan selada dengan tambahan mayonaise diatasnya. Varian isian lain bisa juga daging cincang (khusus Burger Buto keceng), keju, dan telur. Dengan ukuran-ukuran yang tidak lazim seperti itu, burger-burger tersebut dijual dengan harga yang masih pas di kantong yaitu mulai dari Rp 11.000,- s/d 40.000,-. Saya sendiri lebih suka Burger Buto keceng karena dengan isian daging cincang rasanya lebih mantap, hehehe. Namun ketiga burger lain juga tidak bisa dianggap remeh. Rasanya sedap jugakok tergantung selera masing-masing. Dengan ukurannya yang super, rasa burger-burger tersebut tidak eneg & membuat ingin mencicipinya kembali. Kedai 27, sang empunya menu ini juga menjual menu lain diantaranya nasi bakar dengan aneka lauk seperti jerohan, kulit ayam, ayam bakar, dan sebagainya dengan minuman-minuman segar standar restoran. Harganya juga cukup terjangkau pula. Suasana kedai ini nyaman dan klasik dengan desain interior yang mengingatkan saya dengan bangunan-bangunan era kolonial. Tak heran, setiap saya kesana tempat ini selalu ramai dengan pengunjung bahkan tak jarang kita harus antri tempat duduk,hehehe. 


Kedai ini mulai buka  pukul 12 siang dan tutup sekitar pukul 21:00. Selain di Malang, kedai ini juga membuka cabang di Kota Batu. Jadi jika berkunjung ke Malang atau Batu, sempatkan untuk menikmati keluargaBurger Buto. Burger unik yang enak namun tetap terjangkau di kantong. Jika tidak sempat menikmatinya di tempat, burger ini juga bisa dibungkus dan dijadikan oleh-oleh. Okelah, itulah sepenggal kisah Burger Buto yang sedang saya santap untuk makan siang setelah mengunjungi Eco Green Park.Ngomong-ngomong masalah Burger Buto, karena ukurannya yang super dan bungkusnya yang bermotif kotak-kotak merah mencolok, saya sempat dikira membawa sekotak kembang api dan kotak lampu neon ketika membawa pulang 2 porsi Burger Buto keceng di dalam bus antar kota,hahahaha.=)

Kamis, 23 Mei 2013

Mengunjungi Eco Green Park, Wisata Edukatif & Ramah Lingkungan Berkelas Internasional Di Indonesia @ Episode 3 (Final Episode)

Langkah kaki saya pun tiba di kandang burung bangkai. Menurut saya, kandang ini adalah kandang paling besar untuk satu spesies burung di EGP. Maklum saja, sebagai salah satu burung penerbang besar, rentang sayap burung bangkai bisa mencapai 2 meter lebih dengan berat badan mencapai 7 kg tentu membutuhkan kandang yang cukup besar. Belum lagi jumlah burung bangkai disitu cukup banyak. Serem juga melihat burung bangkai yang sedang bertengger di batang pohon mengawasi saya dengan sorot mata tajam bagaikan mengincar mangsanya,hehehe.

Tidak berlama-lama disitu, saya masuk kedalam kandang elang dan rangkok. Dengan konsep yang sama dengan Bird Paradise, elang dan rangkok disini sebagian dibiarkan berinteraksi dengan pengunjung. Sebagian??. Ya, hanya sebagian elang dan rangkok. Ada satu spesies elang yang sengaja tidak dibiarkan mengakarabkan diri dengan pengunjung yaitu elang hitam. Saya sendiri kurang tahu kenapa namun melihat dari jauh saja nampaknya sosok elang ini menimbulkan aura yang menyeramkan dan jahat.  Mungkin hanya Highlander dan Limbad yang dapat menyentuhnya,hahaha. 


Jangan khawatir, masih ada elang baik hati yang mau diajak berfoto. Kebetulan jeprat-jepret disini gratis karena tidak perlu memberi makan si elang. Saya pun tak ketinggalan berfoto bersama elang ular-bido yang memang sedang menunggu untuk dipotret. Si eneng juga tak ketinggalan jeprat-jepret dengan rangkok karena nyalinya tiba-tiba ciut untuk dipotret bersama elang,hehehe. 




Puas menikmati elang dan rangkok, perjalanan dilanjutkan menuju Rumah Terbalik, salah satu ikon EGP selain patung gajah dari berbagai barang bekas. Oya, sebelum sampai di Rumah Terbalik, ada diorama ruang operasi dan penangkaran burung. Disini, terdapat inkubator yang menjadi tempat hidup beberapa bayi burung yang baru lahir. Selain itu ada juga Bird Galery yang menampilkan beberapa burung yang telah diawetkan, proses menetasnya telur, dan sebagainya. 


Disamping Bird Galery, saya sempat jeprat-jepret lagi dengan owl. Si burung perlambang kebijaksanaan ini dibiarkan bebas, berbeda dengan owl di lokasi setelah Duck Kingdom. 



Berdasarkan peta, tempat ini adalah tempat penangkaran jadi burung-burung yang ada dibiarkan bebas agar bisa beradaptasi dengan adanya manusia yang lalu lalang di sekitarnya. Tepat sebelum pintu masuk Rumah Terbalik, adaketerangan bahwa inspirasi menciptakan wahana ini berasal dari salah satu rumah yang terbalik karena terjangan Badai Katrina di Amerika Serikat beberapa tahun yang lalu. Dari luar, rumah ini sangat mirip dengan rumah yang malang itu. Membuat saya jadi penasaran untuk melihat isi rumah terbalik tersebut. Pengunjung yang masuk kedalam rumah terbalik dibatasi sebanyak 7 orang. Mungkin karena konstruksinya yang tidak lazim jadi harus dibatasi. Selanjutnya, biarlah foto-foto yang berbicara,hehehe. 






Lepas dari Rumah Terbalik, saya mampir dulu di Water Track. Duduk-duduk melepas pegal di kaki namun tidak mencoba wahananya,hehehe. Masalahnya saya tidak membawa baju ganti di wahana yang lebih tepat disebut outbond air ini. Sekali kecemplung, masuk angin,hehehe. 


Namun apes menimpa saya di Horticultur Trap. Namanya juga trap (baca:jebakan), pasti ada jebakan di dalamnya. Benar sekali karena begitu masuk kedalam taman tersebut, saya disambut dengan semprotan air. Belum selesai rasa kaget saya, disemprot lagi dengan semprotan air kedua. Wah, bisa kebanjiran jika saya nekat meneruskan hingga pintu keluar wahana ini. Saya pun segera mengibarkan bendera putih dan mundur 5 langkah,hahaha. Setelah mundur, saya den eneng menuju Pasar Burung. Pasar burung tidak sepenuhnya burung, ada juga hamster, ayam, dan kelinci. 




Patung-patung skala 1:1 penjual buah, pikulan, dan sebagainya melengkapi diorama pasar ini. Banyak pengunjung memanfaatkannya sebagi objek foto termasuk (lagi-lagi) saya dan eneng,hehehe. Dari Pasar Burung, ada jembatan yang perlu diseberangi sebelum sampai di kandang merak putih (White Peacok). Di White Peacok yang memiliki konsep yang sama dengan Bird Walking, pengunjung dapat berinteraksi dengan burung merak putih. Makanan burung seharga Rp 3000,- akan membuat merak-merak tersebut mendekat. Sayangnya, ekornya urung mekar. Mungkin jenis kelamin mereka sama sehingga tidak perlu menarik perhatian lawan jenis dengan ekornya,hehehe. 



Disini lagi-lagi saya dibuat kagum dengan pengelolaan kandangnya. Walaupun beralaskan rumput, saya hampir tidak melihat kotoran burung yang berserakan. Saking bersihnya, pengunjung bisa duduk-duduk diatas rumput yang juga diinjak oleh merak yang ada.Thumbs up (again), hehehe. Tepat disamping kandang, ada food court yang cukup luas dan sejuk. Berdasarkan slogannya, makanan disini bebas MSG. Wah, oke juga. Namun karena harganya masih lumayan (baca:sedikit mahal,hehehe), saya numpang duduk dan sholat saja. Sebenarnya ingin memanjakan kaki di kolam ikan ghararufa, namun pengunjungnya masih cukup banyak, yasudahlah

Sebelum menuju pintu keluar, saya mampir dulu ke Science Center. Disini pengunjung dapat belajar berbagai macam fenomena yang terjadi di bumi misalnya pembentukan batu bara, pembentukan emas, benda-benda luar angkas dan sebagainya. Bahkan ada beberapa simulasi bencana sepert tsunami, gempa, tornado, dan badai. Lengkap sekali namun sayangnya beberapa wahana sedang dalam perbaikan dan pencahayaannya terkesan gelap. Science Center ini berada di bawah miniatur candi-candi yang ada di Pulau Jawa seperti Candi Dieng dan Candi Singosari. Jika dilihat dari sisi pintu masuk EGP, maka penyusunan candi ini mengikuti kaidah “Bangun Jawa Lama” dan filosofi “Arga Thirta Candika”. Candi-candi ini dapat dinaiki dan memiliki ukuran yang hampir sama dengan candi aslinya. Rute terakhir adalah menuju Galeri Benda Daur Ulang, Dome Theater 4D, & Eco Journey yang berada pada satu kompleks bangunan. 


Antrian yang sangat panjang membuat saya urung memasuki wahana ini. Lagipula cuaca juga mulai mendung, jadi riskan jika sampai terjebak hujan sebelum bisa turun ke Malang karena rencananya saya, eneng, dan 2 rekan lain termasuk Kang Ari yang berkeliling Jatim Park 2 akan melanjutkan perjalanan ke Burger Buto. 

Kunjungan di Eco Green Park kali ini ditutup dengan pesan “ALAM YANG TERJAGA AKAN MEMBERIKAN MANFAAT BAGI MANUSIA. =)

Senin, 20 Mei 2013

Mengunjungi Eco Green Park, Wisata Edukatif & Ramah Lingkungan Berkelas Internasional Di Indonesia @ Episode 2

Pada Plaza Music terdapat kolam air dengan berbagai alat musik. Kebanyakan menggunakan media air untuk menciptakan nada-nada yang jika digabungkan menghasilkan lagu “Gundul-Gundul Pacul”. 


 
Selain alat musik tadi, ada pistol air dan beberapa air mancur yang menyegarkan suasana terik saat itu. Disebelah kiri Plaza Music, terdapat wahana Jungle Adventure. Berdasarkan brosurnya,  akan dibawa berkeliling hutan jati dengan kereta kelinci yang dilengkapi dengan simulasi penyelamatan hewan-hewan. Saya sendiri memilih tidak menaikinya karena atriannya cukup panjang,hehehe. 


Food court disini menyediakan berbagai olahan susu segar yang prosesnya dapat  lihat dari luar. Selain itu ada cemilan-cemilan seperti roti bakar, tape bakar, dan sebagainya. Harganya standar tempat wisata lah, hehehe.  Rute selanjutnya adalah memasuki “World Pheasant” atau Dunia Ayam. Ayam-ayam yang ada memiliki warna-warna yang menarik dan mencolok.



Sayangnya, siang itu mayoritas ayam yang ada bersembunyi di balik kandangnya, hanya beberapa saja yang terlihat. Dunia Ayam tersebut tidak telalu panjang, hanya beberapa puluh meter saja. Terdapat juga area Bird Show yang memulai pertunjukan pada pukul 12:00. Di ujung pintu Dunia Ayam, terdapat pengolahan sampah. Di depan ruangan pengolahan sampah,ada penyaringan bertingkat yang menunjukkan bagaimana cara menjernihkan air keruh melalui media pasir, ijuk, arang karbon dan sebagainya. Jadi ingat ketika SD pernah praktek membuat alat semacam ini,hehehe. Namun saya urung masuk ke dalam ruangan tersebut karena masih dipenuhi oleh rombongan keluarga yang sedang mendapat presentasi bagaimana cara mengolah sampah padat sehingga menjadi barang yang berguna bagi lingkungan. 


Oya, di depan ruangan pengolahan sampah, lagi-lagi saya menemui kerajinan patung yang terbuat dari barang-barang bekas. Kali ini patung tersebut berbentuk patung kerbau menarik cikar (cikar dalam bahasa jawa artinya delman besar yang berguna mengangkut hasil-hasil pertanian) mirip dengan patung “Shaun The Sheep” di dekat pintu masuk. Perjalanan berlanjut menuju ke rumah pengolahan jamur. Sesuai dengan namanya,  di dalam rumah jamur akan dijelaskan bagaimana cara mengolah jamur dari awal menanam hingga menjadi bahan makanan yang siap dijual kembali. Selain mengetahui pengolahan jamur tadi, ada juga sistem penanaman lettuce secara hidroponik atau dengan menggunakan tempat dan air dengan jumlah terbatas.



Wah, lettuce –nya terlihat sangat segar dibanding lettuce-lettuce yang saya makan ketika membeli gado-gado dan lalapan,hehehe. Jika berminat membawa oleh-oleh dari situ, tersedia berbagai olahan jamur seperti jamur mentah, keripik, dan sebagainya.  Dari rumah pengolahan jamur, ada Carnivora Garden. Taman kecil ini berisi tumbuhan-tumbuhan karnivora. Apa saja tumbuhan karnivora itu?. Ada beberapa tumbuhan karnivora namun yang paling terkenal tentu saja Kantong Semar. Banyak Kantong Semar berukuran sekepalan tangan disini. Sayangnya, di dalam Kantong Semar-Kantong Semar tersebut tidak ada serangga yang berhasil dtangkapnya. Mungkin serangga-serangga makanannya disuplai oleh petugas sehingga dia tidak perlu repot menangkapnya,hehehe. Next, ada World of Parrot. 


Koleksi burung kakaktua disini mayoritas berasal dari Amerika Selatan. Yang paling menarik adalah kakatua merah (saya lupa nama spesiesnya,hehehe) yang ada dalam bungkus pensil warna yang terkenal ketika saya masih bersekolah dulu,hehehe. 


Warnanya yang eye-catching membuat banyak pengunjung berfoto disini. Selain kakaktua yang berada dalam kandang, ada juga kakaktua yang dibiarkan di luar. Disini, pengunjung bisa berinterakasi dengan memberi makan mereka sambil berfoto. Sama dengan burung pada Walking Bird. Hanya saja disini, makanan burungnya tidak gratis. Harus membeli seharga Rp 3000,-/wadah jika ingin memberi makan,hehehe. 

Setelah World of Parrot, ada rest area Bird Paradise. Kenapa saya sebut rest area karena disini ada outlet makanan dan minuman dilengkapi dengan food court yang sejuk dan teduh. Sembari beristirahat, pengunjung dapat berinteraksi dengan burung-burung yang sengaja dilepaskan. Konsepnya mirip rest area dengan taman safari burung. Saya lihat banyak sekali pengunjung yang betah berlama-lama disini. Seperti yang saya katakan di awal, tempatnya tetap bersih dan tidak berbau walaupun menganut konsep seperti itu sehingga pengunjung merasa sangat nyaman. Dua jempol untuk para petugasnya. Duck Kingdom menjadi tujuan berikutnya. Tidak hanya bebek, namun ada juga ikan Arapaima Gigas disini. Kebetulan, saat itu kandangnya sedang dalam proses renovasi, namun dengan ikan didalamnya. Betapa beraninya para petugas disana,hehehe. Selain kandang Arapaima Gigas tadi, beberapa kandang bebek juga masih dalam proses renovasi (atau pembuatan ya) sehingga hanya segelintir bebek saja yang bisa dilihat.



Dari kandang bebek, saya menuju ke kandang burung hantu. Berhubung masih siang, burung hantu yang ada kebanyakan bersembunyi di sarangnya. Lagi-lagi ada kandang yang masih direnovasi. Semoga cepat selesai agar pengnjung bisa menikmati hewan-hewan tadi lebih lengkap. .....Eco Green Park, Wisata Edukatif & Ramah Lingkungan BerkelasInternasional Di Indonesia @ Episode 3         

Minggu, 19 Mei 2013

Mengunjungi Eco Green Park, Wisata Edukatif & Ramah Lingkungan Berkelas Internasional Di Indonesia @ Episode 1

Beruntungnya hidup di Indonesia, banyak long weekend. Nah, berhubung sedang long weekend, saya, eneng, dan beberapa teman memutuskan untuk berkunjung ke Eco Green Park (EGP), Kota Batu.


Taman wisata ini masih berumur belum genap setahun. Wisata edukasi yang menyenangkan berbasis lingkungan. Begitulah kira-kira konsep yang saya tangkap ketika membaca brosur EGP. Terletak tepat disamping Jatim Park II atau Secret Zoo & Museum Satwa. Dapat dicapai dengan mudah menggunakan kendaraan pribadi dari arah Malang, Surabaya, atau Kediri. Bagi yang berkendaraan umum, jika dari Stasiun Kota Baru Malang / Terminal Arjosari Malang, naiklah angkot biru dengan akhiran “L” dibelakangnya contoh angkot AL dan ADL yang akan membawa  ke Terminal Landungsari. Dari situ berpindah ke angkot warna merah muda/putih lalu turun di Pasar Besar Kota Batu. Selanjutnya perjalanan dilajutkan dengan berjalan kaki ser 20 menit ke lokasi. Karena letaknya berdekatan, tinggal memilih untuk menuju ke Eco Green Park, Jatim ParkI, Jatim Park II + Museum Satwa, dan Batu Night Spectacular (BNS). Kembali ke perjalanan awal, setelah 30 menit perjalanan dari Malang akhirnya saya sampai di Eco Green Park. Tiket masuk seharga Rp 45.000,- (weekend) atau 30.000,- (weekday/senin-kamis). Sama seperti di Secret Zoo, ada fasilitas tiket terusan bagi yang ingin menikmati Eco Green Park, Jatim Park I, Jatim Park II + Museum Satwa, dan Batu Night Spectacular (BNS) seharga Rp 150.000,- dengan durasi waktu 2 hari untuk berkeliling. Di depan pintu masuk Eco Green Park, ada fasilitas e-bike untuk berkeliling tanpa capek berjalan kaki dengan harga sewa yang saya lupa berapa. Maklum, dengan gaya backpacker lebih nikmat untuk berjalan kaki,hehehe. Di area awal,  ada kolam dengan burung-burung flamingo berparuh pink. Jumlah burungnya cukup banyak dan keadaan kolam cukup bersih. 


]

Kesan pertama yang cukup baik. Patut dicontoh bagi pengelola kebun binatang lain. Ada juga beberapa patung keluarga Shaun The Sheep yang terbuat dari beberapa limbah kayu. Di sudut lain, terdapat diorama tanah longsor yang menimpa suatu desa akibat hutan di atasnya gundul. Nah, jadi segera hijaukan hutan  deh jika ingin menghindari bencana ini. 

PapaThe Sheep, Mama The Sheep, Timy The Sheep, Shaun The Sheep, dan Pakdhe The Sheep
Di sepanjang jalan pintu masuk ini (sepertinya sepanjang jalan hingga pintu keluar), lampu-lampu penerangan dirancang menggunakan tenaga surya dan tenaga angin.


Tempat sampah pun terbagi dua yaitu untuk sampah organik dan sampah anorganik. Cocok dengan slogan ramah lingkungan yang diusung EGP. Langkah kaki saya akhirnya sampai juga di patung gajah dengan skala 1:1 yang terbuat dari kumpulan barang elektronik bekas seperti kipas angin, monitor, televisi, printer, kalkulator dan telepon rumah. 


Nampaknya ini jadi salah satu ikon taman wisata EGP karena saya sering melihat foto-foto berlatar belakang benda ini. Puas jeprat-jepret, kami masuk ke dalam Insectarium. 



Dimana belalang anggreknya??? =)
Sesuai dengan namanya berisi kandang display serangga-serangga yang masih hidup atupun diawetkan. Di tengah-tengah Insectarium bahkan ada pohon besar sebagai kandang belalang tongkat yang dapat dimasuki.


Bisakah anda menemukan dimana belalang tongkat?? =)
Namun hati-hati, diatas pohon ada sarang lebah!!!. Wah, bisa bahaya jika lebah-lebah sedang agresif,hehehe. Tepat disamping pohon ini, lagi-lagi ada kandang (lebih tepatnya kotak display tanpa tutup)yang bisa dimasuki pengunjung dan lebih mencengangkan lagi serangga di dalamnya adalah kalajengking!!. Untung kalajengking banyak beraktivitas di malam hari jadi di siang itu dia sedang asyik berdiam diri di sarangnya. Jika tidak, dicolek sedikit saja, langsung liburan di rumah sakit,hehehe. Setelah keluar dari Insectarium, sempat juga disemprot air yang fungsinya untuk mensterilkan badan dari kuman agar pada area Walking Bird para penghuninya tidak tertular kuman-kuman berbahaya yang tidak sengaja dibawa badan pengunjung kemudian jatuh sakit. Suatu komitmen yang luar biasa untuk kesehatan satwa-satwa disini. Walking Bird ini hampir mirip taman safari burung dimana burung-burung penghuni kandang jaraknya sangat dekat dengan pedestrian pengunjung. 


Kandang yang berdekatan dengan pedestrian tidak membuat bau kotoran burung tercium karena lingkungan bersih sekali.Burung-burung yang ada adalah jenis burung-burung yang tidak bisa terbang atau malas terbang. Beberapa bahkan sengaja dilepas agar bisa ikut berpose bersama pengunjung. Free bird  food bagi pengunjung yang ingin berfoto untuk menjaga mood burung tetap oke selama pemotretan,hehehe. Burung-burung yang ada disini diantaranya adalah burung merak, burung enau, dan sebagainya. 



Di setiap kandang burung selain nama spesies burung & asalnya,  akan mendapati pertanyaan seputar burung yang bersangkutan dan jawabannya bisa  dapatkan setelah mengitari kandang tersebut. Misalnya di kandang burung merak, ada dua jenis merak yaitu merak jawa dan merak india, pertanyaan yang diajukan adalah apa beda kedua merak tersebut?. Nah, jika merak jawa dengan bulu dada kehijauan sedangkan merak India dengan bulu dada kebiruan. Fungsi edukasi EGP dapat dilihat disini jadi  tidak sekedar melihat-lihat saja namun juga berbagi ilmu pengetahuan. Slogan bertaraf internasional di brosurnya ternyata tidak bohong. Great job.Setelah area Walking Bird, saya dan rombongan menuju area Plaza Music yang satu kompleks dengan area Jungle Adventure, tempat pengolahan susu, dan food court + minimarket. ....EcoGreen Park, Wisata Edukatif & Ramah Lingkungan Berkelas Internasional DiIndonesia @ Episode 2