Senin, 17 Desember 2012

Perhitungan Biaya (Backpacker) Ke Semarang & Ambarawa


Pada posting terdahulu, saya pernah menulis catatan perjalanan ala backpacker saya di seputar Semarang & Ambarawa. Berikut adalah rincian biaya ala saya selama menempuh perjalanan ini.Oya, rincian biaya yang saya susun akan lebih baik jika ditambahkan dengan biaya tak terduga dengan besaran yang kita tentukan sendiri. Semoga bias menjadi referensi yang berguna bagi anda yang ingin berlibur hemat tapi tetap nyaman dan membahagiakan ala backpacker.=).

Download file excelnya disini ---> --“

Rabu, 21 November 2012

Mencicipi Gudeg (Kaleng) Khas Jogja Ala Bu Tjitro

Yogyakarta termasuk salah satu daerah tujuan kuliner yang menarik di Pulau Jawa. Salah satu kuliner favorit di daerah ini adalah gudeg. Sejak dulu, gudeg memang telah identik dengan Yogyakarta sehingga julukan “Kota Gudeg” tetap bertahan hingga kini. Gudeg adalah menu berbahan dasar nangka muda dan berbagai sambal goreng ditambahkan dengan suwiran krecek (kulit sapi), ayam bumbu kuning, dan telur opor. Gudeg biasanya dimakan dengan sepiring nasi putih. Di sekitar kawasan Alun-Alun Kidul Yogyakarta (saya lupa nama jalannya,hehe), terdapat kawasan rumah makan yang menu utamanya adalah gudeg. Kata teman saya yang berkuliah di Yogyakarta, gudeg di kawasan ini harganya relatif mahal sehingga kurang cocok dengan kantong low – cost traveler seperti saya,hehehe. Namun harga tersebut berbanding lurus dengan kenikmatan menu gudeg di rumah makan tersebut. Saya mencoba mencari alternatif lain dengan bertanya-tanya di search engine, Google. Salah satu situs yang saya temukan adalah Yogyes.com. Situs ini berisi artikel-artikel panduan wisata daerah Yogyakarta. Menurut situs ini, menu gudeg yang layak dicoba adalah menu milik rumah makan Gudeg Bu Tjitro 1925. Rumah makan ini terletak di Jl. Janti 330, sebelah Jogja Expo Center (JEC). Range harga menu yang disajikan mulai  Rp 9.000,- s/d Rp 150.000,-. Tidak berbeda jauh dengan harga menu-menu di rumah makan di sekitar kawasan Alun-Alun Kidul. Namun di Gudeg Bu Tjitro 1925, anda dapat menemui menu istimewa yaitu Gudeg Kaleng. Ya, gudeg yang dikemas dalam kemasan kaleng sehingga diklaim tahan hingga 1 tahun!!. Hebatnya lagi, gudeg ini tidak menggunakan bahan pengawet karena sistem pengawetannya menggunakan teknologi hasil penemuan LIPI jadi aman untuk tubuh kita. Gudeg ini juga sehat karena tidak menggunakan MSG. Gudeg kaleng memang ditujukan bagi para wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang ingin membawa pulang oleh-oleh makanan khas Jogja tanpa harus khawatir makanan tersebut menjadi basi ketika sampai di rumah. Saya pun jadi tertarik mencobanya. Walupun gudeg kaleng ini dibandrol Rp 25.000,-, harga tersebut sepertinya pantas untuk inovasi yang diciptakan oleh komunitas lokal kita sendiri. Kebetulan beberapa hari yang lalu sobat saya, Kang Ari, pergi ke Jogja dalam rangka menjajal kereta api Malioboro yang baru diluncurkan beberapa bulan lalu dengan tujuan Malang – Yogyakarta. Saya pun menitip gudeg kaleng kepadanya. Ketika gudeg kaleng tiba di tangan saya, Kang Ari sempat menceritakan bahwa lokasi Gudeg Bu Tjitro 1925 ternyata cukup jauh dari kawasan Malioboro. Kang Ari sempat berkeliling ke salah satu cabang rumah makan tersebut namun cabang tersebut sedang tidak menjual gudeg kaleng. Dia pun kembali berjalan menyusuri kawasan Malioboro mencari becak untuk menuju ke sentra pembuatan bakpia dengan pemikiran tiada gudeg kaleng, bakpia pun jadi,hehehe. Eh, tanpa diduga, gudeg kaleng tersebut malah ditemukan di salah satu kios di kawasan Malioboro tersebut dengan bandrol yang sama. Tanpa pikir panjang, dia pun langsung membeli gudeg kaleng tersebut. Singkat cerita,”penampakan”  gudeg kaleng tersebut tidak jauh berbeda dengan kornet kaleng yan banyak terdapat di supermarket. Berat bersihnya sekitar 210 gram. Komposisi gudeg memang benar, non-MSG dan non-pengawet. Sebelum dikonsumsi, gudeg tersebut harus dipanaskan selama 5 menit. Setelah 5 menit, gudeg siap disajikan. 
Warna gudeg ini didominasi warna coklat dari nangka muda. Aromanya khas mengundang selera. Porsi gudeg kaleng ini cukup banyak. Saya kira gudeg ini cukup untuk 2 porsi. Rasa gudeg ini benar-benar nikmat layaknya gudeg Jogja lain yang sering disajikan dalam kendhil-kendhil penampungnya. Rasanya gurih, manis dan sedikit pedas. Gudeg ini juga terasa lebih lengkap dengan tambahan suwiran ayam dan telur bebek opor yang tersedia didalamnya. Benar-benar pas di lidah. Walaupun telur bebeknya agak keras, namun tidak mengurangi cita rasa gudeg secara keseluruhan.
Ternyata, oleh-oleh Jogja tak melulu bakpia,hehehehe. Ada juga gudeg kaleng ini. Gudeg in box yang benar-benar out of the box.=)

Rabu, 07 November 2012

Soto Daging Irama, Semangkuk Nostalgia Hangat Kota Blitar

Bebicara tentang soto memang tak ada habisnya. Soto yang awalnya adalah masakan Cina ini menjelma menjadi masakan khas tiap daerah di Indonesia. Kita tentu mengenal soto lamongan, soto kudus, soto betawi, atau bahkan coto makassar yang memang telah terkenal di lidah para penikmat soto. Nah, sebagai salah satu penikmat soto, saya ingin me-review salah satu soto yang telah bertahan selama hampir 20 tahun (mungkin lebih) dengan citarasa yang legendaris di salah satu sudut kota Blitar, kota tempat Bung Karno dimakamkan. Tidak ada nama spesifik untuk kedai soto ini namun saya sering menyebutnya sebagai Soto Daging Irama.Dulunya, lokasi soto ini memang berdekatan dengan gedung bioskop Irama yang ramai dikunjungi masyarakat Blitar di era 80-an namun sekarang bangunan bioskop tersebut telah diruntuhkan dan berganti menjadi bangunan lain. Seiring dengan pesatnya pembangunan maka lokasi soto ini menjadi di sekitar gang (cepitan) seperti sekarang.
 Itulah asal mula sebutan saya untuk soto tersebut.  Memang masih banyak soto lain yang mampu bertahan lebih dari 20 tahun, namun citarasa yang tetap terjaga membuat soto ini masuk sebagai jajaran soto yang “istimewa”. Pelanggan soto ini tak sedikit yang telah bertahan selama tiga generasi. Hal ini membuktikan kepercayaan mereka terhadap kualitas rasa soto daging ini. Lokasi warung soto berada di gang, tersembunyi dari jalan raya tepatnya jalan Mastrip, dibelakang toko jam Mirah. Stasiun Kota hanya berjarak sekitar 200 meter ke barat dari lokasi warung soto membuat soto ini banyak dikunjungi para penumpang kereta yang ingin mengisi perut mereka. 
Ukuran warung tidaklah terlau besar. Ada meja di luar dengan kapasitas 10 orang dan meja kayu yang mengelilingi dapur soto dengan kapasitas 7 orang saja. Dapur soto ini masih menggunakan pikulan lengkap dengan kwali (panci tanah liat) berbahan bakar kayu. Membawa kita ke era dimana banyak tukang soto memikul kwali-kwali soto berkeliling menjajakannya. Aroma kayu bakar berpadu aroma kuah soto akan menimbulkan kesan hangat pada setiap orang yang memasuki warung tersebut untuk bernostalgia. Warung soto ini seakan menarik kita di era 80-an. Dan semangkuk soto dengan rasa yang khas siap dihidangkan. Irisan daging sapi, jeroan, dan lemak sapi dicampur dengan bawang goreng, kecambah, dan irisan sawi disiram oleh kuah soto yang benar-benar nikmat. Saya sendiri sering menambahkan garam agar rasa gurih soto lebih terasa. Soto ini tidak seperti soto lamongan, coto makassar, atau soto daging yang lain. Soto ini memang memiliki citarasa tersendiri menurut saya pribadi. Manis, gurih, dan sedikit asam karena perasan jeruk nipis berpadu di lidah. Pas. Sangat nikmat. Beberapa pilihan krupuk siap menambah kenikmatan soto tersebut diantaranya krupuk udang dan krupuk kulit (rambak).Akan lebih baik jika semangkuk soto ini dipadu juga dengan segelas teh hangat. Harga soto ini Rp 4500,-. Harga yang sangat terjangkau tentunya. Warung ini buka sekitar pukul sepuluh pagi hingga senja sehabis maghrib. Sekedar saran saja, menimati soto ini ketika sore hari tiba adalah saat terbaik. So, jangan ragu mencicipi soto ini dan semangkuk nostalgia akan hadir membawa kehangatan.=)