Selasa, 17 September 2013

Backpacker Ke Kawah Ijen (Ijen Crater) – 3 (habis) : Akhirnya Di Kawah Ijen

Dini hari itu jalan setapak menuju Kawah Ijen terasa sepi. Hanya ada beberapa penambang yang berhenti sedang merokok sembari menghangatkan badan. Berhubung akhir bulan, langit saat itu cukup cerah sehingga suasana masih “terang” dan tanpa senter pun jalan sudah terlihat. Medan awal terasa mudah karena kemiringannya tidak lebih dari 10°. 20 menit kami berjalan di medan seperti itu. Lalu terdengar langkah kaki penambang yang meng-overlap kami dengan cepat. Evan yang katanya baru pertama kali ini mendaki gunung (baik gunung wisata atau gunung sebenarnya) berjalan beriringan dengan penambang tersebut sambil ngobrol. Tak terasa 5 menit kemudian, manusia ini sudah menghilang dibalik tanjakan pertama dan disambung tanjakan berikutnya. Sekitar 5 menit kemudian barulah kami bisa menyusulnya. “Cepet banget ini orang”,gumam saya. Tanjakan,tanjakan, dan tanjakan. Medan dengan kemiringan hingga 30°  ini seakan tak pernah habis hingga kami sampai di Pos Bunder, tempat penimbangan belerang pertama sebelum ditimbang di Paltuding. Disini ternyata sudah banyak rombongan yang berangkat lebih dulu sedang beristirahat. Kebanyakan adalah rombongan keluarga, komunitas, dan anak sekolah yang datang beramai-ramai. Sedangkan wisatawan mancanegara saya lihat masih sedikit. Mungkin mereka belum berangkat. Saat itu pukul 02.15 di Pos Bunder. Sepanjang perjalanan kesini, pada beberapa kali kesempatan istirahat, saya melihat siluet gunung Raung yang dielimuti lautan awan dibawahnya. Sangat indah. Setelah 5 menit beristirahat, perjalanan dilanjutkan kembali. Masih ada sedikit tanjakan yang tersisa namun hanya sekitar 100 meter saja setelah itu medan menjadi landai. Bibir Kawah Ijen mulai tampak tersorot oleh sinar-sinar senter yang menjelajahinya. Akhirnya sekitar pukul 03.10, kami sampai di jalan setapak menuju blue fire yang legendaris tersebut. 


Kami berhenti sejenak untuk melepas penat. Mata terasa pedih karena terkena asap belerang dari bawah. Darisitu, blue fire terlihat cukup jelas sedangkan kawah hijau tosca disampingnya belum terlihat. Dinginnya suhu saat itu membuat saya menggigil kedinginan. Kaos ditambah sweater dan jaket Rei windproof saya tidak mampu menahan serangan suhu di kisaran 7°. Mas Harris mengajak untuk turun ke kawah demi melihat blue fire dari dekat. Namun karena badan kedinginan dan jalan menuju kesana sangat curam serta terjal kami memutuskan tetap berada di situ. Mas Harris segera memasang tripod dan mengambil gambar blue fire yang infonya hanya ada 2 di dunia yaitu di sini dan di Islandia. Sekitar pukul 04:00, mulai berdatangan wisatawan-wisatawan mancanegara di tempat kami duduk. Mereka mayoritas memilih turun ke bawah untuk melihat blue fire didampingi guide lokal. Jauh-jauh ke Indonesia harus liat blue fire donk. Mungkin begitu kata mereka dalam hati. Suhu tak kunjung membaik membuat saya, Kang Ari dan Evan pergi mencari kehangatan dengan mencobamenyalakan api unggun. Sedangkan Mas Harris masih sibuk mengambil gambar. Dinginnya suhu dan tipisnya oksigen membuat acara api unggun kami seperti komedi. Bekali-kali pematik api di tangan Kang Ari coba dinyalakan namun nyala apinya kecil dan 1 detik kemudian mati tertiup angin. Bergantian kami bertiga mematik api tapi tak kunjung berhasil juga padahal didepan kami bahan bakar seperti kaleng popmie dan kayu telah banyak tersedia. Ditambah lagi dengan tangan yang gemetar, semakin mempersulit kemunculan api yang kami butuhkan. Mengingatkan saya pada salah satu adegan di “Kungfu Hustle” ketika bos geng kapak merah akan merokok dan meminta api kepada wakilnya namun api tak kunjung bisa dinyalakan karena tangan bawahan itu bergetar akibat baru saja diancam oleh kedua pendekar kungfu tua,hahahaha. Putus asa. Akhirnya kami bergabung di api unggun milik rombongan lain (kenapa ga daritadi,--“). Sunrise masih sekitar 1 jam lagi, saya mencoba berjalan di bibir kawah yang lebih tinggi untu mendapatkan siluet sunrise dengan Gunung Raung. Namun jalan menuju kesana ternyata cukup sempit, curam, dan berlubang. Karena sandal gunung saya terasa kurang mencengkeram, saya urungkan niat tersebut. Tak apalah, pemandangan dibawah juga tak kalah indah. Akhirnya, sekitar pukul 05:40, matahari mulai menampakkan sinarnya. Asap kawah dan kabut mulai berkurang sehingga Kawah Ijen terlihat dengan cukup jelas. Subhanallah. Kembali saya bersyukur ketika masih diberi kesempatan (dan rejeki,hehe) untuk melihat indah ciptaan-Nya. 

Click to enlarge


Kawah dengan warna hijau tosca diiringi siluet langit berwarna kuning keemasan sangat memanjakan mata. Sampai saya lupa mengabadikannya,hehehe. Suhu mulai hangat dan kami kembali ke tempat semula menyusul Mas Harris.  Setelah beberapa kali narsis, kami naik ke atas jalan setapak. 



Semakin lama, semakin ramai saja tempat ini. Membuat saya dan Mas Harris beberapa kali harus mengingatkan pengunjung di sekitar kami yang sedang asyik berfoto agar minggir ketika ada beberapa penambang lewat. Heran, seharusnya mereka mendengar decit pikulan penambang sehingga mereka juga harus menepi tanpa diingatkan. Yasudahlah. Tak lama disitu, sekitar pukul 06:20, kami bergegas turun. Di pagi hari seperti ini medan yang kami lalu terlihat jelas. 





Tanah berpasir dengan sedikit siraman embun di kanan-kirinya. Di samping jalan adalah tebing berbatu yang tidak terlalu curam. Di sisi sebaliknya, saya bisa melihat pemandangan lembah dan Gunung Raung berdiri berdampingan. Ada juga spot seperti hutan mati mirip di Gunung Papandayan namun tidak terlalu luas.


Tanjakan-tanjakan yang kami hadapai semalam berubah menjadi turunan berpasir. Licin?Pasti. Tak terhitung jumlah pengunjung yang terpeleset ketika menuruninya. Rata-rata dari mereka memang tidak menggunakan sandal atau sepatu untuk pendakian jadi wajar. Namun di satu titik saya sempat terpeleset juga bahkan “duet” dengan pengunjung di depan saya. Jadi, setelah saya menolong pengunjung tersebut, 30 detik kemudian sayalah yang terpeleset,hahaha. 


Benar-benar komedi. Lepas dari keterpelesetan saya, memang dengan medan seperti itu lebih baik memilih jalan yang sedikit basah tersiram embun karena lebih padat.Sekitar pukul 07:30, kami sampai di pintu masuk sekaligus pintu keluar. Rencananya, kami menumpang truk karyawan perkebunan hingga Sempol. Kemudian lanjut dengan ojek ke Bondowoso, setelah itu menumpang bis ke Probolinggo. Namun karena truk karyawan ternyata sudah lewat, kami akhirnya menumpang truk belerang lagi menuju Jambu. Setelah menunggu sekitar 3,5 jam dan sempat makan di warung para penambang (nasi-sayur-telor ceplok @ Rp6.000,- murah dan bergizi,hehehe), truk akhirnya berangkat. Seperti biasa, bayarnya cukup Rp 5.000,- dan turun di Jambu. 


Segera, saya hubungi bapak ojek yang kemarin menawari saya untuk diantar dari Jambu ke Ketapang untuk menjemput kami. Sambil menunggu, kami sempat berbincang dengan seorang pengemudi hardtop.Ternyata, ongkos sewa hardtop sekitar Rp 450.000,- (muat bertujuh) dengan fasilitas diantar pulang-pergi dari Stasiun Karang Asem atau Terminal Karangente-Kawah Ijen-Stasiun Karang Asem atau Terminal Karang Ente lagi dengan syarat one day trip (dari tempat penjemputan sore/malam dan kembali ketika siang ke tempat penjemputan). Selain itu ada juga paket wisata ke TN. Baluran, TN. Alas Purwo, dan Pulau Merah.Yaa, cukup terjangkaulah jika rame-rame jadi saya simpan saja CP-nya siapa tahu saya membawa rombongan ke sini (jika ingin CP sopir pickup, ojek, dan hardtop kontak via e-mail ya), hehehe. Sekitar 30 menit kemudian, kami sudah dalam perjalanan menuju Terminal Ketapang. Sekitar pukul 15:30, kami berpulang ke Malang melewat jalur utara (Banyuwangi-Situbondo-Probolinggo-Malang/Surabaya). Oya, jika menuju Malang atau Surabaya, lebih baik melewati jalur utara karena perjalanan akan lebih cepat sekitar 1 hingga 2 jam daripada melewati jalur selatan (Banyuwangi-Jember-Lumajang-Probolinggo-Malang/Surabaya).Dengan total ongkos sekitar Rp 50.000,- walaupun bis kami sering berhenti karena mengalami masalah pada ban, sekitar pukul 00:30 Senin pagi kami sampai di kediaman masing-masing. 


Alhamdulillah, what a great trip!!! =). Oya, klik disini buat liat itinerary format excel...=)

1 komentar:

putri diana oktaviani mengatakan...

mas, boleh minta kontak line atau twitter? ada yang mau saya tanyakan tentang kawah ijen. terima kasih :)