Sekitar pukul 07:30, kami sudah terbangun dan segera
mandi. Bergegas untuk menuju Terminal Jombor di daerah utara Jogja menggunakan
sepeda motor. Hari ini sebenarnya kami ingin menuju ke Dieng Plateau di Kabupaten
Wonosobo namun karena selepas maghrib ada pertandingan Indonesia vs
Turkmenistan, kami urung melakukannya,hehehe. Terminal Jombor adalah terminal
yang terletak di dekat Monumen Jogja Kembali. Terminal ini dapat dengan mudah
dicapai oleh Trans-Jogja hampir semua koridor dengan tiket Rp 3.000,- saja.
Lanjut. Tak berselang lama, kami sudah duduk di bus Jogja – Magelang seharga Rp
8.000,-. Oya, rombongan kami
bertambah dengan Jo karena dia kebetulan sedang jam kosong kuliah. Setelah
sempat ngetem sejenak Muntilan,
akhirnya pada pukul 10:00 sampai juga di Terminal Magelang. Tiba di terminal,
Gondhol segera ke toilet untuk melaksanakan kewajiban. Sembari menunggu, saya
& Jo dihampiri calo yang menawarkan bus (lebih tepatnya mikrobus) ke Borobudur. Si calo
merangkap kernet ini mengarahkan saya langsung ke mikrobusnya yang ternyata
masih sepi penumpang. Ajakannya saya tolak (tunda lebih tepatnya) dengan halus
karena masih menunggu Gondhol menunaikan kewajiban. Berapa menit kemudian si
Gondhol muncul dan kami menuju Borobudur dengan mikrobus seharga Rp 5.000,-
tersebut . Tanpa ngetem walaupun kondisi mikrobus saat itu masih lengang.
Mungkin karena kondisinya bukan liburan sekolah. Hanya 20 menit waktu yang
dibutuhkan untuk sampai di Terminal Borobudur, Magelang. Dari sini, Candi
Borobudur masih berjarak sekitar 2,5 km. Dapat ditempuh dengan becak, delman,
atau jalan kaki juga boleh. Sesuai kantong kita. Kami yang memang berkonsep low-budget memilih berjalan kaki di
tengah panasnya cuaca Magelang. Lumayan membuat tenggorokan kering,hehehe.
Sampai di pintu masuk, (seperti biasa) ada dua harga tiket yang tertera yaitu
untuk wisatawan asing dan wisatawan lokal. Untuk wisatawan lokal seharga Rp
20.000,- sama dengan Candi Prambanan. Samar-samar (karena mata minus 2), ada
papan petunjuk makanan dan minuman tidak boleh dibawa masuk. Tujuannya
sebenarnya baik yaitu untuk menjaga kebersihan area candi dari sampah namun
kami juga lapar,pak. Apa daya
akhirnya, saya titipkan sebagian kecil makanan kami dan membawa masuk sisanya,hehehe.
Cuaca yang cukup terik tidak menghalangi para wisatawan berkunjung ke Borobudur
saat itu. Kebetulan ada banyak rombongan wisata baik asing maupun lokal sedang
berkunjung ke sana. Di tempat pembagian sarung pun, saya sempat dikira
rombongan instansi dari Jogja sehingga hampir dibagi nasi kotak yang saya tolak
karena porsinya kurang banyak,hahaha. Masuk Candi Borobudur memang wajib
menggunakan sarung yang disewakan secara gratis oleh pengelola. Hal ini
semata-mata untuk menghormati nuansa agamis yang kental di Borobudur mengingat
candi ini merupakan salah satu pusat peribadatan agama Budha terbesar di dunia.
Setelah sempat foto-foto di depan plakat peresmian, kami segera beranjak menuju
ke pelataran Candi Borobudur.
Kami memilih naik dari belakang untuk menghindari
ramainya turis yang naik dari tangga utama. Disini kami bertemu beberapa orang
wisatawan (sepertinya dari Eropa Timur) sedang berkeliling dipandu seorang guide lokal. Iseng-iseng kami ikuti saja
karena kebetulan ibu guide menjelaskan
satu relief dengan bahasa Inggris logat Amerika yang cukup “bersih” ditelinga
kami. Saya lupa saat itu ada di undakan ke berapa. Secara garis besar relief di
undakan tersebut menceritakan tentang Budha yang menjadi seekor burung sedang
menolong seekor harimau namun harimau
tersebut berkhianat dengan mencoba memakan Budha tersebut. Tak jauh dari situ
ada arca tak berkepala. Ada juga relief-relief polos yang digunakan untuk
menambal dinding candi yang mulai keropos.
Keadaan ini banyak saya temui mulai
dari bawah tadi hingga menjelang undakan teratas. Sempat miris dan prihatin
dengan keadaan itu. Walaupun begitu, candi ini tetap terlihat megah dan indah
di tengah-tengah usia yang sudah semakin tua.Akhirnya kami sampai di undakan
terakhir sebelum kompleks stupa dimana ada kepercayaan jika kita berhasil
memasukkan tangan kedalam stupa tersebut dan memegang patung Budha didalamnya,
niat baik kita akan terkabul. Namun niat baik kami untuk melakukannya tidak
tercapai. Lantai teratas candi sedang dibersihkan dari abu hasill erupsi Gunung
Merapi 2010 kemarin. Sayang sekali. Kami hanya bisa mengambil foto dibawahnya. Not bad-lah daripada tidak sama sekali.
Selesai berfoto, kami beristirahat sejenak sambil melihat beberapa petugas
sedang membersihkan lantai candi dari abu hasil erupsi Merapi. Kami cukup kagum
dengan mereka karena peralatan yang dipakai hanya beberapa kuas kecil saja.
Sungguh sangat detail pekerjaan petugas-petugas tadi. Mungkin bisa memakan
waktu hingga berminggu-minggu untuk menyelesaikannya namun jika dibandingkan
dengan nilai sejarah candi ini, pekerjaan mereka sepertinya sebanding. Semoga
lekas selesai, pak. Doa kami
menyertaimu. Turun dari Borobudur, kami sempatkan untuk mampir ke Museum
Bahari. Beberapa benda-benda purbakala yang membenarkan adanya ekspedisi laut
di masa lamapu ada disini. Periuk, kompas, tali, layar, dan sebagainya ada
disini. Ada juga diorama yang menjelaskan ekspedisi kapal milik Indonesia (saya
lupa namanya) yang berlayar hingga ke Cape Town, Afrikas Selatan. Selain
diorama ada juga replika kapal tersebut.
Kami tak berlama-lama disana karena
museum sedang sepi pengunjung sehingga suasananya sedikit menyeramkan. Hari menjelang sore dan kami segera bergegas menuju
Terminal Borobudur untuk menuju Magelang. Kali ini, kami menggunakan delman
seharga Rp 15.000,-. Lumayan di-share bertiga jadi murah. Tak berapa
lama menunggu, mikrobus ke Magelang datang. Uniknya tiketnya hanya seharga Rp
3.000,- dan kami diturunkan di perbatasan Magelang dan Jogja. Darisitu kami
sambung dengan bus ke Terminal Jombor yang hanya seharga Rp 5.000,-. Usut punya
usut, mikrobus Borobudur-Magelang tadi melewati jalur alternatif karena jalan raya
Magelang-Jogja sedang dilanda kemacetan sehingga begitu sampai di perbatasan,
mereka putar balik untuk kembali ke Teminal Borobudur. Wah. Ongkos lebih hemat jatuhnya,hehehe. Sampai di Terminal Jombor
sekitar pukul 16:45. Segera meluncur ke kontrakan untuk nobar Indonesia vs Turkmenistan. Keesokan paginya saya menuju ke
Lempuyangan untuk kembali ke Blitar. Pagi itu beberapa ibu-ibu cantik penjual
gudeg menghampiri kami untuk sarapan bersama. Bersama??. Ya, mereka juga ikut sarapan gudeg dagangan mereka. Bedanya kami
membayar Rp 5.000,- untuk itu,hehehe. Sekitar pukul 08:15, kereta tumpangan
kami datang dan senang bertemu dengan anda, Jogja.
Sampai bertemu lagi.=)
1 komentar:
Poker Room Locations - Jtm Hub
Find 보령 출장샵 The Best Poker Room In Portland, 하남 출장안마 OR for 태백 출장마사지 The Players - All Around The World Poker Tour The Poker Room in Scottsdale, 토토 사이트 추천 AZ offers 속초 출장샵 the best poker in the US.
Posting Komentar