Yogyakarta termasuk salah satu daerah tujuan
kuliner yang menarik di Pulau Jawa. Salah satu kuliner favorit di daerah ini
adalah gudeg. Sejak dulu, gudeg memang telah identik dengan Yogyakarta sehingga
julukan “Kota Gudeg” tetap bertahan hingga kini. Gudeg adalah menu berbahan dasar
nangka muda dan berbagai sambal goreng ditambahkan dengan suwiran krecek (kulit sapi), ayam bumbu kuning,
dan telur opor. Gudeg biasanya dimakan dengan sepiring nasi putih. Di sekitar
kawasan Alun-Alun Kidul Yogyakarta (saya lupa nama jalannya,hehe), terdapat
kawasan rumah makan yang menu utamanya adalah gudeg. Kata teman saya yang
berkuliah di Yogyakarta, gudeg di kawasan ini harganya relatif mahal sehingga
kurang cocok dengan kantong low – cost
traveler seperti saya,hehehe. Namun harga tersebut berbanding lurus dengan
kenikmatan menu gudeg di rumah makan tersebut. Saya mencoba mencari alternatif
lain dengan bertanya-tanya di search engine, Google. Salah
satu situs yang saya temukan adalah Yogyes.com. Situs ini
berisi artikel-artikel panduan wisata daerah Yogyakarta. Menurut situs ini,
menu gudeg yang layak dicoba adalah menu milik rumah makan Gudeg Bu Tjitro
1925. Rumah makan ini terletak di Jl. Janti 330, sebelah Jogja Expo Center
(JEC). Range
harga menu yang disajikan mulai Rp 9.000,- s/d Rp 150.000,-. Tidak berbeda
jauh dengan harga menu-menu di rumah makan di sekitar kawasan Alun-Alun Kidul.
Namun di Gudeg Bu Tjitro 1925, anda dapat menemui menu istimewa yaitu Gudeg
Kaleng. Ya, gudeg yang dikemas dalam kemasan kaleng sehingga diklaim tahan
hingga 1 tahun!!. Hebatnya lagi, gudeg ini tidak menggunakan bahan pengawet karena sistem pengawetannya
menggunakan teknologi hasil penemuan LIPI jadi aman untuk tubuh kita. Gudeg ini juga sehat
karena tidak menggunakan MSG. Gudeg kaleng memang ditujukan bagi para wisatawan
baik domestik maupun mancanegara yang ingin membawa pulang oleh-oleh makanan
khas Jogja tanpa harus khawatir makanan tersebut menjadi basi ketika sampai di
rumah. Saya pun jadi tertarik mencobanya. Walupun gudeg kaleng ini dibandrol Rp
25.000,-, harga tersebut sepertinya pantas untuk inovasi yang diciptakan oleh
komunitas lokal kita sendiri. Kebetulan beberapa hari yang lalu sobat saya,
Kang Ari, pergi ke Jogja dalam rangka menjajal kereta api Malioboro yang
baru diluncurkan beberapa bulan lalu dengan tujuan Malang – Yogyakarta. Saya pun menitip gudeg
kaleng kepadanya. Ketika gudeg kaleng tiba di tangan saya, Kang Ari sempat
menceritakan bahwa lokasi Gudeg Bu Tjitro 1925 ternyata cukup jauh dari kawasan
Malioboro. Kang Ari sempat berkeliling ke salah satu cabang rumah makan
tersebut namun cabang tersebut sedang tidak menjual gudeg kaleng. Dia pun kembali
berjalan menyusuri kawasan Malioboro mencari becak untuk menuju ke sentra
pembuatan bakpia dengan pemikiran tiada gudeg kaleng, bakpia pun jadi,hehehe. Eh, tanpa diduga, gudeg kaleng tersebut
malah ditemukan di salah satu kios di kawasan Malioboro tersebut dengan bandrol
yang sama. Tanpa pikir panjang, dia pun langsung membeli gudeg kaleng tersebut.
Singkat cerita,”penampakan” gudeg kaleng tersebut tidak jauh
berbeda dengan kornet kaleng yan banyak terdapat di supermarket. Berat
bersihnya sekitar 210 gram. Komposisi gudeg memang benar, non-MSG dan
non-pengawet. Sebelum dikonsumsi, gudeg tersebut harus dipanaskan selama 5
menit. Setelah 5 menit, gudeg siap disajikan.
Warna gudeg ini didominasi warna coklat dari nangka muda. Aromanya khas
mengundang selera. Porsi gudeg kaleng ini cukup banyak.
Saya kira gudeg ini cukup untuk 2 porsi. Rasa gudeg ini benar-benar nikmat
layaknya gudeg Jogja lain yang sering disajikan dalam kendhil-kendhil penampungnya. Rasanya gurih, manis dan sedikit
pedas. Gudeg ini juga terasa lebih lengkap dengan tambahan suwiran ayam dan
telur bebek opor yang tersedia didalamnya. Benar-benar pas di lidah. Walaupun telur bebeknya agak keras, namun
tidak mengurangi cita rasa gudeg secara keseluruhan.
Ternyata,
oleh-oleh Jogja tak melulu bakpia,hehehehe. Ada juga gudeg kaleng ini. Gudeg in
box yang benar-benar out of the box.=)