Kamis, 08 Maret 2012

05:07 Sunrise Puncak Penanjakan


Pukul 03.45 WIB, saya dan Freddy terbangun dari tidur kami. Terdengar raungan suara mesin-mesin jeep yang mulai berdatangan di sekitar gazebo tempat kami beristirahat. Selain itu mulai ramai terdengar suara rombongan wisatawan yang hiking menuju puncak Bromo untuk menikmati sunrise dari sana. Cuaca saat itu masih dingin disertai angin gunung yang berhembus cukup kencang. Hujan rintik-rintik yang turun sudah mulai mereda namun suhu masih tetap menunjukkan angka 14° C. Segera saya mencari perapian di sekitar penjaja bakso yang ternyata sudah stand-by sejak pukul 01.00 WIB untuk menghangatkan diri. Tak lama setelah itu, penjaja makanan lain juga segera menyiapkan dagangannya. Suasana jadi semakin ramai karena jeep-jeep terus berdatangan. Freddy segera mencari jeep pesanan kami dan saya segera membangunkan “makhluk-makhluk” yang sedang tidur pulas agar segera mengemasi barangnya. Jeep kami atas nama Pak Sahudi. Setelah dicari-cari ternyata jeep beliau tepat berada di depan gazebo kami,ah, kasihan si Freddy mencari kesana-kemari,hehehe. Tepat pukul 04.00 WIB kami berangkat menuju Puncak Penanjakan, spot terbaik untuk menangkap terbitnya matahari di tengah siluet kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru. Karena waktu masih subuh, jalanan yang kami lalui gelap, ditambah lagi kabut tebal masih menyelimuti. Di kanan-kiri jalan, saya menjumpai banyak wisatawan ber-hiking dan berkuda. Memang jarak tempat transit jeep (gazebo tempat kami menginap, Hotel Bromo Permai I) ke Puncak Penanjakan tidak terlalu jauh sekitar 7 km. Namun medannya cukup sulit jika perlengkapan hiking seperti senter, sepatu, dan sebagainya tidak masuk list ransel seperti ransel kami,hehehe. Jadi lebih baik carter jeep saja. Tak banyak yang dilakukan di dalam jeep yang berkapasitas hingga 6 orang tersebut selain menghangatkan diri dan ngobrol dengan pak Sahudi. Tak sampai lima belas menit, jeep sampai di rute pendakian Puncak Penanjakan. Selanjutnya, perjalanan akan dilakukan dengan berjalan kaki atau dengan menunggang kuda seharga Rp 75.000,- s/d Rp 100.000,-. Keadaan masih gelap saat itu.
Gelap gulita di rute Pendakian Puncak Penanjakan
 Kami pun mendaki dengan bantuan senter beberapa wisatawan Tiongkok di depan kami,hehehehe. Lumayan daripada membeli senter di sekitar rute pendakian dengan harga yang lebih mahal dari pada aslinya. Kontur jalan sepanjang rute pendakian ini tidak menentu. Kadang aspal, kadang beton, kadang lumpur, dan kadng juga kerikil. Cukup sulit melintasinya. Selain itu, rute wisatawan yang menggunakan kuda untuk mendaki juga di rute pejalan kaki ini, jadi kita harus selalu waspada akan kuda yang lewat dan tak jarang terpeleset di dekat kita,hehehe. Ada dua pos pemberhentian sepanjang rute pendakian ini. Di pos-pos tersebut terdapat warung-warung yang menjual makanan, minuman, dan beberapa perlengkapan mendaki. Lumayanlah untuk mengambil napas sejenak di tengah-tengah kadar oksigen pegunungan yang tipis. Sekitar 30 menit mendaki, finally sampai juga di pos terakhir yaitu Puncak Penanjakan. Cukup ramai saat itu. Kami segera mengambil spot terbaik untuk menikmati keindahan sunrise yang telah kami tunggu-tunggu. Dari kejauhan, tampak kabut masih menyelimuti lautan pasir di sekitar Gunung Bromo. 
Kabut tebal
Di ujung lautan pasir itu terlihat desa Cemorolawang, tempat kami transit dikelilingi barisan bukit-bukit yang tampak seperti benteng.
Cemorolawang dari Penanjakan

 Jeep-jeep terlihat seperti kunang-kunang yang berlomba terbang menuju sarangnya. Perlahan sinar matahari mulai tampak namun awan tebal masih belum mau pergi. 05:07. Sinar matahari terlihat menembus awan tebal tersebut namun tidak banyak membantu kemunculan matahari yang sebenarnya. Wah, sepertinya sunrise kali ini kurang sempurna. Sedikit kekecewaan di hati saya terobati ketika perlahan kabut tebal menghilang dari lautan pasir Bromo. Siluet Gunung Semeru, Gunung Bromo, dan Gunung Bathok telihat mengagumkan.
Great view!!!!
 Subhanallah. Kilatan blitz kamera tidak menunggu aba-aba untuk berlomba menangkap momen tersebut tak terkecuali bagi kami,hehehe. Tidak salah jika Puncak Penanjakan disebut sebagai spot terbaik menikmati sunrise di wilayah Bromo. Benar-benar salah satu lukisan karya Allah yang paling indah. 
Narsis dikitlah...

Ada juga bule kedinginan =)
Kondisi jalan di mayoritas rute pendakian Puncak Penanjakan
Selagi teman-teman mengambil gambar, saya menyempatkan diri menikmati pisang goreng karena perut saya sudah mulai lapar,hehehe. Bunyi klakson jeep mulai terdengar dari bawah. Tandanya kami harus segera turun karena memang waktu menunjukkan 06.10 WIB. Sepanang perjalanan,kam baru sadar ternyata tidak ada lumpur di sepanjang rute pendakian, yang ada hanyalah tanah becek dipadu dengan kotoran kuda (baca : dimana-mana). 
Wah. Kami pun berlalu dengan cuek saja karena saya sendiri yakin kuda-kuda tersebut tidak akan galau karena kotorannya kami injak-injak,hehehe. Di sekitar parkir jeep, Sigit dan Yos menyempatkan diri membeli beberapa kaos bertema Bromo sebagai oleh-oleh. Saya sendiri memilih untuk menunggu di sekitar jeep. Tak lama, jeep kembali meluncur melintasi rute menuju lautan pasir Gunung Bromo untuk tujuan terakhir kami : Kawah Bromo.=)

Tidak ada komentar: