Rabu, 27 Februari 2013

Menenggak Es Pleret Di Siang Bolong Blitar

Berbagai macam racikan minuman dingin telah tercipta di Indonesia. Salah satu jenis minuman tersebut adalah es pleret. Minuman pribumi dari kota Blitar ini sudah sangat akrab di tengorokan para warganya bahkan para pengunjung baik dari luar kota maupun dalam kota bersama kawan-kawan seperjuangannya seperti es degan a.k.a kelapa muda, es buah, es campur dan sebagainya. Es pleret hakikatnya adalah campuran santan, gula jawa atau sirup, dawet, es batu, dan pleret. Pleret?? Pleret adalah sejenis olahan tepung beras yang dibuat dengan cara di-pleret (mirip dengan cara mengeluarkan adonan pada plastik pembentuk whip cream pada kue) pada seutas bambu hingga membentuk bulatan sehingga namanya pleret.Didalamnya dibiarkan kosong agar ketika akan disajikan dapat terisi dengan gula jawa. Caranya, setelah disiram dengan gula jawa, pleret ditekan agar gula jawa masuk ke dalam pleret. Setelah itu barulah ditambahkan dengan dawet, santan, dan es batu. Bentukan pleret mirip dengan bola-bola pada ronde yang isinya juga gula jawa namun pada bola-bola ronde gula jawa dimasukkan dalam bentuk padat dan direbus kemudian. Selain itu tekstur bola-bola ronde lebih kenyal karena terbuat dari tepung pati jika dibandingkan dengan pleret. Pleret kebanyakan berwarna putih namun sekarang menjadi semakin menarik dengan adanya warna merah dan hijau selain putih. 
Rasa pleret sendiri sedikit gurih dengan tekstur yang unik. Dicampur dengan racikan yan telah saya sebutkan di awal tadi, rasanya jadi lebih mantap. Manis ada, gurih ada, dan yang penting dingin,hehehe. Rasa es pleret seperti ini menjadi unik karena tidak ditemukan pada es lain dan hanya ada di kota Blitar saja. Penjual es pleret banyak ditemukan di seputar alun-alun kota Blitar dan beberapa lokasi di pinggir jalan. Namun untuk lokasi es pleret yang recommended, ada di sebelah timur alun-alun kota, di depan tembok lembaga permasyarakatan. Pleret disini cukup “empuk” dan rasanya pas di lidah menurut saya. Lokasinya yang berada tepat di pinggir jalan raya tentu saja sedikit bising namun udara sekitar cukup sejuk. Segelas es pleret segar dihargai Rp 2000,- saja. Murah kan??.
Jika berkunjung ke Blitar sempatkan membeli es unik ini.=)

Selasa, 12 Februari 2013

MOS/OSPEK Perguruan Tinggi : Sambutan Hangat Nan Primitif Dari Pintu Kampus


Courtesy of  www.lpmperspektif.com
OSPEK atau MOS dan segala hal yang berhubungan dengan orientasi peserta didik baru terhadap lingkungan pendidikan baru (dalam hal ini kampus) selama ini selalu terkesan sebagai ajang yang sarat dengan tindakan bullying baik secara mental dan psikis oleh para penyelenggaranya. Sebagai salah seorang yang telah merasakan hal tersebut, kiranya pernyataan tersebut hampir sepenuhnya benar. Sistem yang dianut pada orientasi pendidikan khususnya di kampus, nampak seperti ajang balas dendam, plonco, dan sebagainya. Hal ini juga disebabkan karena otoritas kampus hanya bertindak sebagai pengawas dan pemberi ijin saja. Seharusnya akan lebih baik jika dalam susunan acara dan peraturan yang dilaksanakan di lapangan mereka juga harus campur tangan untuk mencegah terjadinya hal ini. Bagaimanapun, panitia yang bertugas pada acara seperti ini tidak lain adalah mahasiswa yang masih belajar dan mencari pengalaman dalam suatu organisasi sehingga perlu ada bimbingan dari otoritas kampus yang berwenang secara langsung semisal kemahasiswaan dan sebagainya. Jika hal ini dibiarkan dengan alasan “memang sudah budaya” akan terjadi kemunduran “secara diam-diam” di dalam dunia pendidikan di tengah segala perbaikan yang sedang dilakukan oleh dunia pendidikan. Sebagai contoh umum, di beberapa universitas di terkemuka di tempat saya menempuh pendidikan, masa orientasi selalu dilakukan dengan prinsip “inilah situasi kampus nanti dan di dunia kerja nanti”. Tidak masuk akal. Pertama, secara logika ketika memasuki dunia kerja tentunya kita akan menjalani masa training yang menjelaskan bagaimana suasana kerja sesungguhnya. Siapa yang tahu kita akan kerja seperti apa ketika kita lulus??. Kedua, suasana kampus memang benar adanya seperti yang dicontohkan pada ospek (banyak tugas dengan deadline ketat, mendapat tekanan dari dosen, dan sebagainya) tapi sekali lagi ketika kita kuliah tidak dapat disamaratakan seperti itu. Siapa yang tahu ketika dosen sering memberi ceramah daripada tugas??Atau jadwal kuliah yang jarang sehingga kita tidak perlu begadang??.Belum lagi dengan aktivitas seperti itu si peserta didik tak sedikit yang jatuh sakit atau mengalami stress atau bahkan yang paling parah, meninggal. Pada satu kasus di tahun 2012, di suatu universitas negeri yang bertetangga dengan kampus saya, ada peserta didik yang mengalami sakit dan harus dilarikan dengan ambulans ke rumah sakit terdekat, namun ambulans tersebut terhadang oleh long march peserta didik baru yang membuat macet pintu gerbang universitas tersebut. Untungnya setelah sekitar 20 menit, ambulans tersebut dapat keluar dari kemacetan itu dan untungnya lagi si peserta didik dapat bertahan. Saya yang saat itu terjebak macek sempat melihat betapa gugupnya staf medis dari panitia orientasi menghadapi situasi seperti ini. Dari sini terlihat bahwa pada setiap masa orientasi yang mereka selenggarakan (dari tiga tahun yang saya amati), hal itu selalu terulang kembali dengan kasus yang hampir sama dan menandakan ketidaksiapan panitia. Kenapa hal itu tidak dirubah??. Jika memang mengadakan long march sediakan jalur evakuasi dan utamakan kepentingan umum yang juga menggunakan jalur tersebut. Nyawa seseorang bermain disini ketika para panitia tersebut masih saja sibuk menceritakan apa yang telah mereka lakukan kepada peserta didik baru dengan sesama panitia dibandingkan siaga menghadapi segala hal-hal tidak terduga seperti ini. Sungguh suatu hal yang miris. Pada bahasan lain, ospek juga erat hubungannya dengan adanya “area steril” maba. Saya kurang tahu apa tujuan dari diadakannya hal tersebut namun sebagai mahasiswa yang beraktivitas juga di kampus tersebut hal itu cukup menggangu. Ambil contoh, ketika ada teman saya yang membutuhkan copy kwitansi untuk pembyaran wisuda. Di saat deadline pembayaran hari itu, semua fotocopy di kampus saya mendadak penuh dan teman saya akhirnya menuju ke tempat fotocopy di kampus itu. Ketika sampai di tempat, teman saya dihalangi oleh para panitia orientasi yang melarang masuk dengan mengatakan bahwa ini area steril mahasiswa baru. Teman saya pun tidak terima dengan hal tersebut dan tetap memaksa masuk karena dia sama sekali tidak berhubungan dengan acara orientasi ini dan ketika dilihat tempat fotocopy itu juga tetap buka seperti biasa. Apalagi setelah didesak apakah ada aturan yang melarang mahasiswa diluar mahasiswa baru untuk fotocopy, mereka tetap berkelit dengan alasan yang sama. Bosan mendebat, akhirnya teman saya menyerahkan kwitansinya dan menyuruh para panitia tersebut untuk menggandakannya. Walaupun sempat berkelit (lagi), akhirnya mereka bersedia melakukannya dengan sewot. Sangat menggangu,bukan??.

Courtesy of nasional.inilah.com
Seringkali ospek erat kaitannya dengan pembuatan barang-barang aneh yang tidak bermanfaat dengan tujuan “menyibukkan dan mencari-cari kesalahan” si peserta didik baru agar menerima hukuman. Belum lagi kegiatan seperti itu menjadi ladang subur bagi penjual alat-alat kelengkapan OSPEK/MOS dengan harga yang tidak wajar. Tidakkah mereka berpikir bagaimana beratnya perjuangan orang tua mencari biaya untuk anak tercintanya dan harus diperas dengan harga yang tidak wajar untuk hal-hal yang tidak berguna demi hal yang bias tujuan dan maksudnya??. Sungguh hal-hal yang membuat orang tua tentu miris melihat beratnya perjuangan mereka menyekolahkan anak mereka ke jenjang ini. Banyak peserta didik baru yang tidak paham tentang kampusnya ketika memulai hari pertama kuliah gara-gara budaya orientasi yang primitif ini. Akan lebih baik jika semua itu disimulasikan dengan hal-hal yang lebih positif seperti melakukan kerja bakti, melakukan penghijauan di suatu tempat, dan sebagainya. Pengenalan kampus dengan cara-cara seperti berkeliling kampus, sharing/mentoring tentang kampus, berkunjung ke rumah dosen, atau pengenalan materi sesuai dengan jurusan masing-masing jauh lebih baik daripada hanya sekedar bentakan, makian, tekanan, dan sebagainya. Sesungguhnya hal-hal seperti itu cepat lambat akan dialami oleh setiap orang dalam masa hidupnya baik di kampus, keluarga, dan dunia kerja kelak. Mereka akan beradaptasi secara alami tanpa harus melalui simulasi yang tidak jelas yang terjadi di dunia perguruan tinggi seperti sekarang. Ingat, para peserta didik itu terseleksi karena kemampuan intelegensi mereka terhadap bidang yang mereka pelajari tanpa memperhitungkan “fisik dan mental”. Lain halnya jika mereka adalah aparatur negara seperti polisi dan militer, sistem pendidikan OSPEK/MOS seperti itu telah diatur dengan baik dan sesuai porsinya sehingga walaupun penuh dengan kegiatan fisik dan mental hal itu tetap pada tempatnya karena sejak awal mendaftar, mereka telah diseleksi berdasarkan intelegensi, ketahanan fisik dan mental. Sudah saatnya meninggalkan budaya yang primitif ini dan menciptakan orientasi yang lebih bermartabat dan tepat guna. Ingat, orientasi itu bermakna pengenalan yang dalam etika sederhana dalam setiap perkenalan tentu kita harus bersikap baik, sopan, dan ramah agar relasi yang baru terjalin dapat berjalan baik dan awet. Tidakkah anda lupa hal tersebut, para panitia masa orientasi??. =)

Minggu, 10 Februari 2013

Heningnya Menginap Di Homestay Tengger Permai

Kembali menjelajahi kawasan Gunung Bromo adalah suatu hal yang saya lakukan pada pertengahan bulan Januari ini. Sebenarnya kali ini rencananya sedikit mendadak karena pada awalnya saya ingin menjelajahi kota Surakarta alias Solo. Namun karena alasan budget (klasik,hehehe), saya memutuskan untuk kembali menjelajahi kawasan Bromo. Untuk catatan perjalanannya tidak berbeda jauh dengan posting saya sebelumnya (baca posting label Bromo–Tengger-Semeru). Yang berbeda dari posting sebelumnya adalah kali ini saya bermalam di homestay,tidak di gazebo,hehehe. Kebetulan ketika kami sampai di dekat pemberhentian angkot dari Terminal Banyuangga ke Cemorolawang, ada seorang mas-mas yang menawari kami menginap di homestay Tengger Permai. Nama yang tidak asing karena ketika browsing beberapa nama penginapan yang seringkali muncul adalah Yoschi Hotel (yang sudah terkenal baik lokal maupun interlokal/inernasional), Homestay Tengger Permai, dan sebagainya. Sebenarnya kami sempat berencana booking kamar ekonomi di Yoschi dengan harga Rp 180.000,-/night (sudah termasuk makan) untuk dua orang. Namun urung kami lakukan karena jaraknya jauh, sekitar 3 km dari pintu masuk kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru. 
Oke, singkat cerita kami sudah check in di Homestay Tengger Permai (HTP). Rate-nya Rp 100.000,-/malam tanpa makan tentunya,hehehe. Lokasinya sangat dekat dengan pintu masuk, hanya sekitar 80 m saja. Berdekatan dengan Hotel Cemara Indah yang mepet dengan pagar pembatas antara desa Cemorolawang dengan view kawasan Bromo (tentunya rate-nya lebih mahal juga,hehehe). Jumlah kamar di HTP sekitar 15 buah untuk kelas ekonomi dengan kamar mandi luar berjumlah 4 unit. Ada juga kamar kelas VIP dengan kamar mandi dalam & hot shower
Fasilitas didalam kamar ekonomi HTP adalah dua tempat tidur yang cukup untuk 4 orang kelas berat,hehe. Selain itu ada cermin dan meja juga. Kekurangan kamar di HTP adalah tidak ada colokan listrik sehingga kita harus numpang di warung milik ibu empunya HTP untuk beraktifitas yang berbau elektronik. Hadeh,kopi gratis melayang karena hiter tidak berfungsi di kamar,hehehe. Saat kami menginap, susasana sangat hening karena kebanyakan pengunjung datang dengan rombongan besar sehingga lebih memilih menyewa satu rumah dengan rate Rp 300.000,- s/d Rp 450.000,- lengkap dengan hot shower dan colokan listrik tentunya,hehehe. Namun kami cukup menikmatinya karena suasana tersebut bisa membuat kami beristirahat lebih nyenyak. Di dalam kamar juga cukup bersih dan hangat (karena tidak ada ventilasi standar). Jika ingin membuang air kecil atau besar, kamar mandi luar juga cukup bersih dengan air sedingin es,hehehe. Di depan kamar ada tali jemuran untuk sekedar menjemur handuk atau pakaian-pakaian yang basah serta kursi dan meja tamu untuk nongkrong. Bolehlah. HTP cukup recommended bagi anda backpacker dengan rombongan kecil,hehehe.=)